Minggu, 19 Februari 2023

MEMBANGUN SIFAT KETERBUKAAN DAN TRANPARANSI DEMI KEMAJUAN MASYARAKAT DAN BANGSANYA

7/06/2022

MEMBANGUN SIFAT KETERBUKAAN DAN TRANPARANSI DEMI KEMAJUAN MASYARAKAT DAN BANGSANYA
Penulis : Andi Salim

Bagaimana mungkin kita akan memperoleh ilmu, pengetahuan dan wawasan jika kita congkak untuk mengatakan bahwa kita sudah mengetahui segalanya. Oleh karenanya menjaga pikiran agar tetap terbuka memang merupakan hal yang sulit dilakukan bagi semua orang, tetapi hal ini mengajarkan kita untuk mendapatkan petualangan baru, dan juga relasi-relasi baru, dari banyaknya kemungkinan yang bisa kita dapatkan, namun hal yang utama, kita harus menemukan motivasi bagi diri sendiri guna memastikan komitmen untuk mewujudkan keinginan dari cara mendengar dan menyimak segala masukkan yang akan kita terima.

Membangun keterbukaan sebagai sifat yang benar-benar tidak ada yang disembunyikan, serta membuka data dan informasi yang benar-benar transparan adalah upaya kebaikan bagi pejabat baik dan hanya bisa dilakukan oleh mereka yang jujur dan berintegritas tinggi. Mustahil melakukan keterbukaan dan transparansi dari orang yang sempit serta tidak jujur, sebab bagaimana mungkin kita akan mengisi gelas yang sudah penuh tanpa mengosongkannya terlebih dahulu. artinya membuang segala pengetahuan dan pikiran kotor untuk memasukkan nilai-nilai kepada diri sendiri dan juga institusi yang dibawahinya.

Banyak kata yang seolah-olah melacurkan dirinya dan institusinya ketika semboyan keterbukaan dan transparansi ini dikumandangkan, berbagai statemen di obral seakan memenuhi hasrat dari tuntutan masyarakat agar sang pejabat itu terlihat berada pada sisi yang sama dengan keinginan masyarakat yang mendesaknya. Padahal statemen itu hanya sebatas permukaan saja demi meneteskan dahaga ditengah padang pasir yang panas dan menyengat. Sebab keterbukaan adalah sifat dari prilaku dari seseorang, sedangkan transparan adalah tindakannya untuk membuka semua akses informasi kepada publik atas apa yang dikerjakannya.

Kedua hal tersebut, sangat berpotensi untuk menutup kesempatan bagi dirinya sendiri serta institusi yang dibawahinya agar tidak ada lagi penyimpangan dalam melaksanakan kewenangan dan kekuasaannya. Tanpa keterbukaan bagaimana mungkin dirinya sendiri bisa berprilaku jujur dan berintegritas, sedangkan tranparansi berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 adalah demi mewujudkan partisipasi dari penyelenggara negara yang mudah di akses, efektif, efisien, dan akuntabel kepada publik yang merupakan hak dari setiap warga negara. Hal itu agar publik dapat mengetahui mengenai anggaran, pengawasan dan termasuk evaluasinya.

Korupsi dan pungli datang dari sifat yang sejak kecil sudah tertanam, tidak mungkin kemarau sehari dapat mengeringkan tanah yang dibanjiri hujan selama bertahun-tahun, sifat licik, gemar mengambil hak orang lain, serta menyembunyikan hasil curiannya, adalah bawaan yang sulit dihindarkan hingga dewasa. Maka ketika mendapatkan keadaan hidup yang saling menekan dan sempitnya kesempatan, apalagi dibalik perolehan kekuasaan dengan sikap politiknya yang kotor, maka karakteristik itu tidak akan hilang walau telah diambil sumpah jabatannya dengan mengatasnamakan tuhan dan kitab suci yang menjadi keyakinannya sekalipun.

Keterbukaan semestinya menjadi cara satu-satunya yang dianggap efektif untuk merubah dirinya sendiri dari sindrom masa lalu yang berprilaku buruk demi menuju kepada hal yang lebih baik, apalagi jika hal itu dilakukan dengan transparansi yang terbuka bagi seluas-luasnya terhadap upaya kejujuran dan integritas dirinya melalui jabatan yang diembannya. Dorongan itu tentu berdampak pada siapapun yang menyaksikannya bahwa dirinya dalam posisi on the track, sehingga jika terdapat penyimpangan, masyarakat pun akan mudah mengenyampingkan dirinya dari setiap kemufakatan jahat atas suatu kekeliruan penerapan kebijakan yang merugikan rakyatnya.

Banyak pemimpin yang berhasil menorehkan namanya dan mengatasi penyimpangan dengan cara mengancam dirinya sendiri untuk menggetarkan siapapun yang menjadi bawahannya, tak terkecuali nabi muhammad saw, yang mempublikasikan ancamannya bahwa jika fatimah al zahra mencuri, maka dirinya sendirilah yang akan memotong tangannya. Tentu saja hal itu menakutkan bagi siapapun yang mencoba melakukan tindakan tersebut. Belum lagi pernyataan : "siapkan 100 peti mati untuk para koruptor, dan gunakan 99 peti itu, sisakan 1 peti untuk saya bila saya korupsi". ucapan ini dikenal tatkala zhu rongji, dilantik menjadi perdana menteri republik rakyat china / RRC pada tahun 1998 silam.

Namun hal itu tidak demikian yang terjadi terhadap banyaknya pemimpin daerah kita, baik gubernur atau bupati dan walikota, apalagi terhadap legislatif disemua tingkatan yang terbiasa dengan penyataan politik dan normatif, mereka seakan-akan diam ketika wacana hukuman mati bagi koruptor itu disuarakan rakyat, sehingga baru sebatas wacana saja hal itu tidak akan pernah sanggup mereka pikirkan, apalagi menuruti masyarakat yang ingin menuntut hukuman mati tersebut diberlakukan kepada pihak mereka yang memang menyukai perbuatan menyimpang semacam itu. Inilah fakta yang harus kita pahami bersama sejak dahulu hingga sekarang ini.

Kita masih harus tertidur dan dibiarkan bermimpi seindah mungkin, namun jangan paksakan agar mimpi itu menjadi kenyataan, sebab kata mustahil itu masih keramat dan dikeramatkan hingga saat ini. Oleh karenanya, banyak pejabat kita yang tampil seperti orang baik namun jangan melihat dirinya di saat tidak bertopeng, karena kita akan terkejut betapa antara pemikiran, ucapan dan perbuatannya menjadi tidak singkron dan nampak sangat menakutkan. Tapi disaat mereka tampil apalagi dihadapan tokoh agama, mereka pun menyuarakan kebaikan yang sama bahkan mengalahkan para tokoh agama itu dalam memberikan sumbangan demi kamuflase dirinya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...