9/05/2022MENGAWAL NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA TERCINTA
Penulis : Andi Salim
Jika kita menyimak pembukaan UUD45 yang menyebutkan, Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan prikeadilan. Ditambah lagi apa yang tertuang dalam Butir UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang menyebutkan, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Betapa tekad itu sangat menggiurkan pihak manapun, terutama bangsa pendatang agar bisa menetap dan tinggal di Indonesia untuk selama-lamanya dimana negara menjamin kemerdekaan yang berlandaskan prikemanusiaan, sekaligus bertekad memakmurkan rakyatnya melalui sarana yang legal dan konstitusional. Apalagi dibalik itu, setiap warga negara dijamin dapat secara bebas dan terbuka untuk melakukan segala aktifitasnya sepanjang dalam koridor hukum dan UU yang berlaku.
Maka peranan politik dan agama pun terlihat sibuk mempengaruhi masyarakat Indonesia, agar bagaimana mempengaruhi masyarakat dengan tujuan-tujuan untuk menguasai kewenangan negara dan kekayaan alamnya. Tak terkecuali warga negara Indonesia yang berasal dari bangsa asing. Kesempatan untuk saling berebut dan memperebutkan pun dimulai untuk ditanamkan kepada masyarakat agar menjadi bagian pergerakannya sejak Indonesia memperoleh kemerdekaan.
Oleh karenanya, tak heran pula bila kita menyaksikan prilaku suku atau bangsa pendatang yang berubah. Jika dahulu terdapat asal bangsa yang sejak lama menetap dan telah menjadi WNI itu sibuk berdagang dari aktifitas ekonominya, sedangkan disisi lain pun ada suatu bangsa yang fokus untuk mengurusi bidang keagamaan guna memperluas syiar agamanya ke berbagai pelosok negeri ini, namun belakangan mereka malah terlihat sibuk untuk masuk kedalam instrumen lembaga negara guna mendapat porsi dan berperan dalam mengendalikan kebijakan pemerintah yang menguntungkan serta memperkaya diri dan kelompoknya.
Negara kita memang memiliki 4 pilar kebangsaan yang merupakan tiang penyangga yang kokoh sebagai soko guru agar rakyat Indonesia merasa nyaman, aman, tenteram dan sejahtera, serta terhindar dari berbagai macam gangguan baik dalam maupun luar negeri. Sehingga pengertian pilar itu di ibaratkan sebagai tiang penyangga suatu bangunan agar bisa berdiri secara tegak dan kokoh. Maka memberi kesan bila tiang rapuh sudah barang tentu bangunannya pun akan mudah roboh. Hal itu demi pengertian dan citra yang mudah dipahami oleh generasi bangsa ini.
Faktanya, Sebagai sebuah negara kepulauan dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah, Indonesia sering kali diperkirakan akan menjadi salah satu negara termaju di masa yang akan datang. Dimana Indonesia merupakan negara pemilik cadangan minyak, batu bara, gas alam, emas, nikel, tembaga dan berbagai komoditas lain yang tersebar diseluruh kawasan tanah air serta diminati pasar internasional, sebagaimana yang di ungkapkan oleh pengamat energi Indonesia yaitu DR. Kurtubi. Hal itu membuat mata siapapun menjadi terbelalak jika mengetahui bahwa nilainya diperkirakan menyentuh angka 200 ribu Trilyun.
Kekayaan yang sedemikian besar tentu harus di imbangi dengan sikap nasionalisme kebangsaannya yang tinggi. Namun faktanya, kecintaan bangsa Indonesia yang memudar dan terkesan menjadi fanatik terhadap cara-cara beragama membuat segalanya menjadi tidak terkawal. Para Bohir yang memanfaatkan kemiskinan dan kelemahan bangsa ini pun semakin memainkan perannya, agar terkesan bahwa penyerobotan kekayaan alam Indonesia itu dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri. Agar tangan pemerintah tidak mengambil sikap yang tegas terhadap tujuan mereka.
Lemahnya kekuatan bangsa ini pun ikut terjadi dari absennya para intelektual dan cendikiawan Indonesia yang hanya diam serta berpangku tangan saja. Sehingga terjadi kekosongan intelektual asli bangsa ini dalam menjaga kekayaan dan kekuasaan melalui pilar-pilar bangsa yang semestinya terjaga. Sebab mereka hanya sibuk mengamati dan mengurusi kalangan mahasiswanya yang melakukan demonstrasi untuk mengguncang konstitusi negara, serta mengisi acara-acara seminar-seminar untuk menciptakan efek popularitas dikalangan akademisinya saja.
Upaya pihak-pihak yang merong-rong negara itu bahkan memiliki dua sayap pergerakan, baik kedalam sistem konstitusi dengan cara mendirikan partai-partai politik untuk masuk kedalam parlemen dan pemerintah selaku eksekutif, namun mereka juga menjalankan strategi gerakan politik non parlemen / non konstitusional dengan menciptakan berbagai demonstrasi besar yang cenderung radikal dan intoleran demi membentuk efek perpecahan bangsa ini. Agar siapapun yang berkuasa dan memimpin pemerintah saat ini harus bernegosiasi dengan mereka jika tidak ingin ditentang dan dijatuhkan dari kekuasaannya.
Pembelaan terhadap Negara merupakan sebuah semangat berani berkorban demi tanah air, baik harta bahkan nyawa sekalipun untuk dikorbankan demi keutuhan NKRI. Bentuk pembelaan terhadap negara merupakan tekad, sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, sesuai dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2002. Sehingga setiap warga negara boleh saja memeluk agama apapun yang diyakininya sepanjang tidak merusak keutuhan bangsa ini.
Semoga Tulisan ini bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar