Kamis, 23 Februari 2023

PEMERINTAH HARUS MEMPELAJARI KEGAGALANNYA SELAMA INI


5/04/2022

PEMERINTAH HARUS MEMPELAJARI KEGAGALANNYA SELAMA INI

Penulis : Andi Salim

Kehidupan masyarakat yang masih tertatih-tatih menyebabkan sikap pesimis yang tinggi, apalagi keadaan ekonomi masyarakat yang cenderung tidak berubah sejak 76 tahun indonesia merdeka, entah berapa lama lagi orang-orang yang terpilih sebagai pejabat negara itu dapat dipercaya, baik kejujurannya atau pun kepintaran serta perhatiannya pada persoalan ini, namun yang terlihat hanya sederet oknum dari mereka yang hanya sibuk memperkaya diri sendiri tanpa perduli dengan nasib masyarakat desa yang berselimut kesederhanaan dimana mereka berada nun jauh disana.

Kata cinta terhadap mereka telah berubah untuk mengambil manfaat elektoral, sedangkan kata sayang tak lagi berbuah perhatian, malah tak tampak aliran upaya dalam menanggulangi persoalan mereka yang sesak berjuang untuk sekedar ikutan menambahi jumlah penduduk walau kehadirannya tidak pernah dibutuhkan. Lalu kita pun bertanya, untuk siapa negri ini dimerdekakan. Bahkan para pecandu politik itu begitu sibuknya mendemonstrasikan angka-angka dari naiknya popularitas serta elektabilitas dimana sesungguhnya para masyarakat itu tidak memiliki sangkut paut pada naiknya ketahanan ekonomi mereka sesungguhnya.

Apalagi dalam konteks percaturan ekonomi, mereka yang datang sebagai petani, nelayan, para peternak atau budi daya lain itu seakan ditantang pada budaya baru sebagai youtuber jika ingin mengambil kesempatan ditengah pengetahuannya yang awam dan usia yang tak lagi memungkinkan untuk bersaing dengan para milenial saat ini. Gaya pertarungan yang lama yang sering menghempaskan mereka pada kekalahan demi kekalahan, baik dari sisi kekuatan modal atau technologi yang dimiliki, tentu saja membuat mereka ciut, jika harus mengulang-ulang pada panggung kompetisi yang tersedia.

Sebab betapa tidak, dari berbagai pertarungan kapitalisme dan pasar bebas yang disajikan, tak sekalipun dari mereka yang pernah merasakan kemenangan, atau setidaknya memperoleh hasil seri pada sesi keuntungan yang berkoar-koar dengan jargon win-win solution. Naiknya angka-angka kesejahteraan di ibaratkan penyelamatan muka pemerintah semata, oleh karena jika angka kemiskinan itu turun, tentu sang penguasa merasa malu yang tentu saja dianggap gagal dalam memupuk kecintaan dan kasih sayang terhadap rakyatnya.

Disamping itu cara berpolitik kita yang semakin heboh untuk mencari kambing hitam dalam setiap kesalahan, hal itu pun tidak pernah berujung pada perubahan atau sedikit perbaikan agar masyarakat miskin itu keluar dari hidupnya yang serba sulit dan terlilit. Maka aktor pemeran siapa penguasa yang lebih baik, tentu akan mengambil sikap untuk menghambur-hamburkan umpan tanpa kail berupa subsidi kepada masyarakat. Sebab menopang rakyat dianggap sebagai strategi kebaikan pemimpin walau sebenarnya itu merupakan politik picisan yang akan semakin menghimpit serta membebani anak cucu bangsa ini pula.

Tak ada lagi yang sempat berpikir, bagainana nantinua para pewaris bangsa ini akan menanggulanginya. Maka jangan heran jika hutang-hutang itu terus membengkak dan bertambah namun tidak pula ditujukan demi mensejahterakan masyarakat pada umumnya, sekalipun nama mereka telah dicatut untuk sekedar mengatasnamakan pinjaman negara itu dari syarat pencairan bagi Bank Dunia atau pemberi pinjaman lain agar tujuannya yang fokus dalam mwnamggulangi kemiskinan agar tetap hangat dalam tungku kemuliaan. Keadaan semacam ini seakan orchestra yang terus menerus didengungkan sebagai alunan yang menidurkan.

Alasan terhadap kemampuan bayar pun disampaikan berulang kali, apalagi dikaitkan terhadap PDB, dimana masyarakat pun semakin dijauhkan dari pemahaman akan hal itu, sebab mereka bukan komponen yang penting untuk ikut campur kedalam persoalan yang satu ini. Alasan terhadap kemampuan bayar pun disampaikan berulang kali, apalagi dikaitkan terhadap PDB, dimana masyarakat pun semakin dijauhkan dari pemahaman akan hal itu, sebab mereka memang tidak pandai berhitung, apalagi dalam kesehariannya yang hanya berkutat dengan sawah dan lumpur.

Lagi pula mereka pun bukan komponen yang penting untuk ikut campur kedalam persoalan yang satu ini. Sehingga kaki-kaki mereka yang kotor dianggap tidak pantas untuk menginjak lantai senayan yang suci dan mulia itu tentunya. Marwah *Legislatif* yang diagungkan tidak boleh menjadi kumuh dengan statusnya yang mentereng. Sebab kebanggaan itulah yang melekat dan tak akan terhapuskan dibenak politikus picik yang serakah. Rakyat seakan-akan hanya menjadi pelengkap penderita untuk seterusnya sebagai objek bagi sasaran kekuasaan yang akan mereka raih pada akhirnya.

Entah bagaimana pemerintah itu menjelaskan, bahwa negeri tirai bambu ( China ) dengan PDB 195 USD pada tahun 1980, sesungguhnya pernah dibawah pencapaian bangsa indonesia 492 USD pada di tahun yang sama, walau dengan skala istilah PDB yang masih sama ( belum dipahami rakyat miskin ), tapi pencapaian yang mencengangkan pun terjadi, sehingga pada tahun 2020 indonesia hanya naik 4 kali lipat dengan PDB 3.870 USD sedangkan China mencapai 53 kali lipat dengan PDB 10.500 USD. Penulis pun heran, kenapa pejabat kita pandai dengan istilah-istilah itu, namun tidak terlihat pada pencapaian bangsa ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...