7/12/2021
PENERAPAN HUKUMAN MASA TAHANAN BAGI KORUPTOR RELATIF SEMAKIN RENDAH
Penulis : Andi Salim
Kesempatan hidup masyarakat untuk merasakan kesejahteraan dan menikmati pembangunan adalah bagian terpenting bagi tujuan apapun yang di upayakan oleh pemerintah, sebab merekalah sesungguhnya yang menjadi objek penerima hasil pembangunan sebagaimana yang di amanatkan oleh undang-undang dasar negara yang harus dijunjung tinggi oleh upaya negara melalui penyelenggaraan kepemerintahannya. Namun pada kenyataannya, hal itu malah menjadi banjakan oleh segelintir oknum yang secara masih melakukan korupsi sehingga upaya pembangunan menjadi terhambat dan pupusnya pelayanan yang semestinya dirasakan oleh masyarakat tersebut.
Hasil pembangunan itu boleh saja dinikmati oleh siapapun, baik mereka sebagai penguasa, pejabat, ASN, para kepala daerah atau siapapun sepanjang mereka adalah berstatus termasuk sebagai warga negara indonesia, sebab sisanya adalah turis yang ikut menikmati oleh karena kita yang mengundang mereka agar berdampak pada sisi ekonomi dan hasil pariwisata yang didapatkan demi mendatangkan keuntungan bagi pendapatan negara dan daerah diseluruh indonesia. Termasuk sarana dan prasarana yang dibangun pemerintah yang diperuntukkan sebagai infrastruktur investasi asing agar menanamkan modalnya di indonesia.
Terdapat banyak pundi-pundi keuangan negara yang dikelola oleh pemerintah pusat dan daerah, baik yang dikelola melalui Budget anggaran APBN dan APBD serta penyertaan modal negara melalui BUMN dan BUMD yang dikelola oleh para pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah, baik sebagai mentri, Kepala daerah, atau direktur dan komisaris yang ditunjuk untuk mengelola BUMN dan BUMD yang terdapat diseluruh Indonesia. Sehingga pengelolaan keuangan negara tersebut dipercayakan kepada mereka sebagai wujud distribusi kewenangan pemerintah agar dijalankan secara baik, benar dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai UU dan peraturan yang berlaku.
Rendahnya hukuman bagi pelanggar amanah rakyat melalui distribusi kewenangan pemerintah tersebut, bardampak pada ketidak percayaan masyarakat terhadap sistem penegakan hukum, apalagi bila dibandingkan dengan hukuman bagi pelaku Narkoba yang sering ditetapkan sebagai hukuman mati yang tanpa ampun, serta diseretnya mereka yang terkait sekalipun hanya sebatas kurir saja. Akan tetapi berbeda dengan kasus korupsi dimana korbannya justru Negara dan rakyat yang mati akibat tertundanya perolehan fasilitas kesehatan dan kesejahteraan tentu saja menjadi menjadi tidak adil jika hukumannya terlalu rendah bila dibandingkan nilai yang mereka rampas.
Entah oknum para hakim yang rendah pengetahuannya, atau tidak terdapatnya empaty dari para hakim sehingga fakta ini menjadi timpang, padahal sisi kondisi saat ini telah banyak di suarakan bahwa penegakan hukum kita tidak berakibat pada efek jera kepada para pelakunya. Sehingga kasus korupsi tidak berkurang bahkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Disamping itu tangan pemerintah pun semakin dijauhkan dari jangkauan pemerintah yang tidak boleh ikut campur, apalagi melakukan intervensi pada penegakan hukum tersebut. Hal inilah yang menyebabkan posisi penegakan hukum menjadi sulit diperbaiki.
Penegakan hukum saat ini hanya menjalankan pola teks book yang tidak lebih sekedar penerapan sistem administrasi dan mengacu pada pasal-pasal dari UU dari kitab pidana mau pun perdata yang terkait terhadap suatu perbuatan perkara, padahal sesungguhnya kitab-kitab itu seharusnya hanya sebagai dasar untuk melakukan gugatan dari proses penuntutan yang didakwakan. Akan tetapi, seorang hakim dapat saja memutuskan suatu perkara guna mencegah hal tersebut terulang kembali, atau setidaknya menciptakan efek jera berdasarkan keyakinan yang dimilikinya. Sehingga jika pun UU tersebut dianggap terlalu ringan, oleh karena perbuatan tersangka tersebut bersifat ekstra ordinary crime.
Dari penerapan semacam itu, tentu para pelaku akan berfikir ulang sebab hukuman dapat saja ditambahkan oleh karena perbuatannya tidak bersifat umum yang tentu akan lebih berat hukumannya, mengingat perbuatannya tidak saja berakibat terhadap kerugian negara, tetapi termasuk masyarakat yang secara tidak langsung menjadi korban akibat penyelewengan anggaran mereka lakukan. Pada akhirnya masyarakat akan menilai bahwa penerapan hukum itu benar-benar terletak pada rasa keadilan, bukan semata-mata teks book yang mengacu pada UU pidana dan perdata, sehingga penegakannya tidak lagi bersifat matematis untuk dikalkulasikan sebagai angka-angka dari serangkaian pasal-pasal yang didakwakan kepada para pelakunya.
Di beberapa negara sudah banyak menetapkan hukuman hingga diatas 100 tahun, bahkan di China, Arab Saudi, Rusia dan negara lain telah menerapkan hukuman mati bagi para pelaku korupsi ini, akan tetapi di indonesia hukuman bagi para koruptor tersebut masih dikisaran 1 hingga tertinggi 15 tahun saja, bahkan dibeberapa daerah, beberapa kasus mengenai hal ini malah divonis bebas oleh karena tidak lengkapnya bukti yang dan saksi yang dihadirkan. Tentu saja ini menciderai perasaan masyarakat sehingga pelakunya bukan saja semakin bertambah jumlahnya, namun semakin mahir pula untuk menghilangkan alat bukti dan menyumpal saksi-saksi demi meringankan hukumannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar