PENTAS POLITIK SAAT INI SEHARUSNYA BERPIJAK PADA SISI TOLERANSI BERBANGSA
Penulis : Andi Salim
Siapa yang pantas memimpin pasca 2024 nanti. Pertanyaan itu tentu ada dibenak kita semua, sebab bagaimana pun nasib bangsa ini tentu menjadi kepedulian kita semua selaku putra putri bangsa indonesia dimana didalamnya terdapat hajat hidup kita atas maju mundurnya republik ini pada akhirnya. Walau sebagian besar dari kita tentu bukan pekerja politik atau bahkan muak dengan kotor dan liciknya permainan politik itu, akan tetapi mau tidak mau suara kita ikut menentukan kemana dan kepada siapa pengelolaan bangsa ini akan diamanatkan.
Tahun politik saat ini lebih bersifat uraian dari fakta politik sebelumnya, dimana pundi-pundi lama bukan lagi sebagai komponen yang dalam, sebut saja elemen dari sosok Muslim dan non muslim, TNI dan non TNI, atau sipil militer dan lain sebagainya. Kondisi saat ini lebih mewarnai pada sisi toleransi dan non toleransi yang lebih mengental sebagai argumentasi atas jawaban keresahan masyarakat indonesia pada umumnya. Etalase politik pun kian dipadati pegiatnya agar display dagangan terlihat padat layaknya penjual bendera merah putih yang kian laris manis menyambut HUT RI ke 77 kali ini.
Estafet pembangunan yang menampakkan hasil pada sisi ketahanan sektor-sektor pemerintah menjadi penting untuk dapat diamankan. Sebab mau diakui atau tidak, JKW berhasil membuktikan bahwa Indonesia tergolong negara berada dalam kondisi yang aman dari sisi penilaian dunia, baik atas kinerja pemerintahnya atau pun ketangguhan pertahanan ekonomi untuk tidak masuk kedalam krisis apapun, sebagaimana dilansir oleh berbagai media internasional atas 60 negara yang menuju kebangkrutan ditengah krisis global saat ini. Fakta ini menjadi pijakan pemikiran bagi kita semua tentunya.
Apalagi telah diketahui publik bahwa komitmen investasi dunia dari berbagai negara yang telah disepakati merupakan peluang dan harapan, atau nilai tersendiri yang sepantasnya terus menerus dipantau agar aman dari tangan-tangan kekuasaan yang nantinya punya kewenangan untuk menggeser, mengalihkan, atau melakukan perundingan under the table, namun justru bertentangan dengan prinsip-prinsip invesible hand yang mendorong kemakmuran rakyat dan keseimbangan pasar demi pertahanan daya beli masyarakat indonesia pada umumnya.
Sebab di banyak negara inflasi yang tinggi tentu sangat mencekik dan menguras energi bangsa ini pastinya. Kenyataan itu bisa terlihat manakala negara yang kita sering sebut sebagai Adidaya sekalipun tetap mengalami persoalan semacam ini. Dimana rakyat Amerika dengan angka inflasinya mencapai hingga 9,5% telah dibuat pusing tujuh keliling hingga rak-rak supermarketnya terlihat kosong melompong akibat serbuan masyarakatnya yang khawatir ajan lonjakan harga dari makanan konsumsinya sehari-hari. Hal ini mengingatkan kita pada krisis ekonomi Indonesia tahun 1998 lalu.
Berbagai pencapaian baik sektor ekonomi, politik, pertahanan, perindustrian dan lainnya, dirasakan memiliki kinerja yang cukup baik. Terlepas kritik penulis atas kinerja BUMN kita dari beberapa penulisan sebelumnya, namun perampingan dan beban efisiensi anggaran dan praktek-praktek disana pun sedikitnya memberikan peluang untuk segera memperlihatkan hasil yang baik pula. Ada banyak kritik yang disampaikan agar kinerja semua sektor segera bangkit, disamping upaya pemberantasan atas celah-celah korupsi dan pungli yang selama ini merebak terlihat mengalami perbaikan.
Terbukti, pemberhentian dirut PLN serta digesernya beberapa pejabat dikalangan BUMN kita merupakan langkah serius terhadap mereka yang tidak memiliki komitmennya, termasuk ancaman pidana bagi setiap komisaris yang abai melakukan pengawasan hingga perusahaannya mengalami kerugian. Dorongan semacam ini tentu saja merupakan langkah nyata dari Presiden Jokowi untuk menciptakan daya saing dan penerapan efisiensi dari kinerja eksekutif dan komisarisnya agar bekerja secara sungguh-sungguh guna mengentaskan visi misi Presiden pada akhirnya.
Dari pencapaian semua itu, terlepas dari kekurangan dan pencapaian lain yang saat ini sedang diupayakan. Maka menjaga stabilitas politik merupakan bagian yang terpenting hingga 2024 kedepan. Terlepas dari keinginan rakyat untuk memilih siapapun guna meyakinkan estafet pembangunan bangsa ini ke depan, kiranya mengamankan Jokowi adalah keharusan yang saat ini menjaga netralitas kepemimpinan yang dikendalikannya. Oleh karenanya, kita menjaga agar siapapun dan pihak manapun agar tidak menarik-nariknya kedalam pusaran politik yang pada akhirnya menciptakan fireback atas ancaman bagi stabilitas nasional.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar