PRILAKU MEMBIARKAN BANGSA YANG TERCABIK ADALAH KOLEKTIFITAS KEKELIRUAN INTELEKTUAL YANG SERING MEMILIH DIAM
Penulis : Andi Salim
Proses pendirian bangsa ini merupakan perjuangan dari para pendirinya yang hadir untuk memperjuangkan kemerdekaan agar lepas dari penjajahan. Mereka memiliki semangat kebangsaan baik dalam perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Jiwa dan semangat sebagai wujud dari tekad dan dorongan hati yang kuat untuk menggapai keinginan agar berdirinya NKRI dipersembahkan oleh pewarisnya dari generasi ke generasi berikutnya. Para pendiri bangsa merupakan contoh yang baik dan sekaligus menampakkan semangat yang kuat dalam melakukannya.
Maka tak heran pada setiap tanggal 20 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Kebangkitan nasional merupakan masa bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan, nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Kebangkitan nasional ditandai dengan lahirnya organisasi sosial pertama di Indonesia pada 20 Mei 1908, Budi Utomo. Lahirnya organisasi tersebut, dinilai sebagai titik awal dimulainya kebangkitan nasional untuk melanjutkan perjuangan bangsa dengan strategi baru yang berbeda dari sebelumnya. Strategi perjuangan baru itu dilakukan melalui organisasi yang dipimpin oleh kaum intelektual dengan rasa persatuan dan kebangsaan yang mulai tumbuh.
Melalui pendidikan diharapkan dapat tercipta kehidupan yang lebih baik dan benar serta bermanfaat bagi diri sendiri, kehidupan keluarga, lingkungan dan masyarakat, serta berguna bagi bangsa dan negara, selain itu bagi peradaban manusia itu sendiri, karena pendidikan bagian dari peran penting dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Hal ini juga harapan dari para pendiri bangsa yang telah mencantumkan tujuan negara. Salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Oleh karena itulah, anak anak bangsa ke depan diharapkan dapat mandiri dan bertanggung jawab bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya. Dengan demikian, potret dalam dunia pendidikan harus berkualitas, terjangkau, adil, merata, yang kemudian terbungkus menjadi wajah pendidikan untuk semua lapisan masyarakat, dalam rangka membentuk anak-anak bangsa yang cerdas dalam pola pikir, mental, karakter, berakhlakul karimah hingga mampu membentuk manusia-manusia Indonesia yang dapat berpikir mandiri, kritis, kreatif, inovatif, terampil dan mempunyai keinginan yang besar dalam belajar.
Diamnya para intelektual dan seakan tidak mampu menjawab tantangan zamannya dari polemik yang terjadi saat ini adalah sebuah kekeliruan dari rendahnya rasa empaty kebangsaan yang membiarkan bangsa ini terbelah terpecah dari buah pemikiran lain sehingga berbenturan antara faham agama dan kebangsaan itu menjadi parsial dimana negara terus harus berkorban dan dikorbankan. Semestinya hadirnya para insan intelektual itu justru memberikan makna yang berbeda dan mengadakan pemisahan yang jelas dan terpisah, sekalipun ada upaya yang menyangkut pautkannya agar mendahulukan suatu kepentingan kelompok atau paham tertentu dibalik niatnya yang bertentangan dengan haluan kebangsaan.
Mereka yang menjadi intelektual Indonesia sesungguhnya tidak boleh mencari nilai dan kredit point, atau bentuk penghargaan pada sikap dan prilakunya, apalagi menjual harga dirinya hanya untuk mengembalikan panjangnya masa perkuliahan yang telah ditempuh, lalu mengkalkulasikannya dengan titik pulang modal pada investasi semasa perjuangan dalam perolehan gelar tersebut lalu baru hanya melakukan sesuatu manakala negara mendidikannya pada jabatan atau kompensasi tertentu. Mereka seakan lupa bahwa terdapat harapan dibalik kehadiran dan tingginya nilai prestasi dari keberhasilan akademik untuk di sumbangkan kepada bangsa dan negara ini.
Bahkan walau tanpa seijin rakyat yang membiayai negara ini dari pungutan atas pajak dan retribusi yang wajib dibayarkan oleh setiap warga negara ini, telah begitu dermawan dengan memberikan persyaratan kemudahan untuk menduduki suatu jabatan dari ruang-ruang yang tersedia secara formal bagi mereka yang memiliki tingkat kelulusan dan nilai akademik, bahkan menempatkan bagi para siapa saja untuk menjadi Tanaga Ahli bagi instansi dimana tidak semua masyarakat dapat ikut walau sekedar pemenuhan syarat saja telah digugurkan oleh karena aturan yang membatasinya sedemikian rupa.
Sesungguhnya perjuangan jika mereka berdiri sebagai pembela NKRI, tentu hanya Tuhan saja yang mampu membayarnya dan memberikan kompensasi tertinggi bagi jiwa patriotisme dan nilai-nilai kebenaran, walau pun bumi ini terbelah menjadi dua maka bangsa ini masih menyaksikan bahwa mereka tetap tegak pada kesetiannya demi keberpihakkan pada kebenaran itu, maka dari sanalah siapapun mengakui bahwa dari jasanya itu memang tidak akan mampu diukur apalagi menghitung berapa besar upah yang akan diterimanya kecuali hanya Tuhan semata yang mampu melunasinya. Semoga renungan ini masih mampu menggugah para hati yang terbisuka dalam diam dimana negri ini menunggu siapa yang bersedia untuk berjuang demi kebaikan untuknya.
ini blog khusus untuk tulisan-tulisan dari Bapak Andi Salim, seorang tokoh toleransi di wilayah Gunung Sindur Rawa Kalong Bogor, sangat bagus untuk bacaan-bacaan opini dari beliau
Minggu, 19 Februari 2023
PRILAKU MEMBIARKAN BANGSA YANG TERCABIK ADALAH KOLEKTIFITAS KEKELIRUAN INTELEKTUAL YANG SERING MEMILIH DIAM
2/08/2022
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH
TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...
-
15/10/2022 BENTURAN KEPENTINGAN MENCIPTAKAN PERBEDAAN Penulis : Andi Salim Siapa yang tidak ingin sama dalam segala hal, terutama bagi pasa...
-
13/08/2022 INDONESIA DITENGAH PUSARAN KRISIS GLOBAL YANG MENGHANTUI DUNIA Penulis : Andi Salim Jika ingin menguasai suatu negara, cara yang ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar