Senin, 20 Februari 2023

REFORMA AGRARIA TIDAK MENCAPAI SASARAN YANG DIHARAPKAN

19/05/2022

REFORMA AGRARIA TIDAK MENCAPAI SASARAN YANG DIHARAPKAN
Penulis : Andi Salim

Pidato Presiden Soekarno dalam menyambut Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1960 di Jakarta menyebutkan, “Tanah hanya untuk mereka yang betul-betul menggarap, Tanah tidak untuk mereka yang duduk ongkang-ongkang dan menjadi gemuk karena menghisap keringatnya orang-orang yang diserahi menggarap tanah itu." Hal itu disampaikannya untuk fokus pada landreform bagi penghapusan segala hak-hak asing dan konsesi kolonial atas tanah yang dikuasainya serta mengakhiri penghisapan feodal sekaligus memperkuat dan memperluas kepemilikan tanah bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk kaum tani.

Masalah pertanahan adalah aspek yang penting untuk dibahas, sebab hal itu mempengaruhi kesejahteraan masyarakat secara pribadi, sehingga permasalahan apapun yang muncul terkait pertanahan akan berimplikasi pada seluruh aspek lain yang ada di negara ini. Hal itu merujuk langsung pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”. Oleh karenanya Pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria sebagai penyelesaian persoalan tanah tersebut demi pelaksanaan yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Eigendom Verponding atau EV merupakan salah satu hukum pertahanan pada zaman penjajahan kolonial Belanda yang berlaku di Indonesia untuk menyatakan kepemilikan seseorang atas sebidang tanah. Namun eigendom belum mengkonversinya menjadi jenis hak atas tanah seperti yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Setelah kemerdekaan, pengakuan kepemilikan hak atas tanah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria atau UUPA. Namun UUPA tidak memperjelas definisi konversi hak atas tanah. Walau UUPA sudah mengatur mengenai konversi tanah yang tidak terdapat pada hukum sebelumnya. Tentu saja ini menjadi alasan mengapa eigendom harus segera dikonversi.

UUPA no 5/1960 --- PP no 01/1961, merupakan tonggak bersejarah dalam bidang Agraria, sehingga langkah ini disebut sebagai upaya progresif revolusioner didalam pelaksanaan hukum tata usaha negara, dimana pengelompokan tentang status hak-hak lama yang mengacu pada hukum Belanda, seperti Eigendom, Landrete, Erpacht, Sbruik, dan status hak-hak baru seperti Hak Milik, HGU, HBG, dan Hak Pakai serta Hak Milik Adat, yang mana masing masing statusnya memiliki dokumen atau bukti haknya tersendiri. Walaupun secara substansial (UUPA dan Implementasinya) terasa seperti UU transisi tentang status hak lama (Barat) yang belun terhapus secara yuridis formal namun tetap masuk didalam pelaksanaan pengakuan sebagian dari hak-hal lama tersebut.

Penjelasan Penyelenggaraan Penataan Ruang dalam PP 18,19, 20 dan 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang semestinya menjadi jelas untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan yang termanifestasi dalam penyusunan rencana Tata Ruang, perwujudan keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah, serta terciptanya kondisi peraturan perundang-undangan bidang Penataan Ruang yang terkait perolehan ijin dan peruntukan tanah guna mendukung iklim investasi dan kemudahan berusaha. Khususnya sebagaimana yang terdapat pada Peraturan Pemerintah yang memuat tentang pasal-pasal tersebut sebagai dasar yuridis formilnya.

Sejak lama, masih terdapat kesimpangsiuran perolehan hak atas sebidang tanah, dimana masyarakat masih banyak yang belum memahami perbedaan antara buku tanah dengan sertifikat tanah, dimana buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Sedangkan yang dimaksud dengan sertifikat adalah surat tanda bukti untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah.

Belum lagi tumpang tindih kepemilikan atas klaim keabsahan yang masih menjerat masyarakat saat ini. Demikian pula dengan status keabsahan atas status buku sertifikat dari pihak Badan Pertanahan Nasional dari habisnya masa berlaku atas peralihan buku sertifikat tanah lama keluaran Kementerian Dalam negeri yang berlogo bola dunia untuk digantikan atau didaftar ulang kepada produk BPN baru yang berlogo garuda tersebut. Termasuk proses pengembalian tanah negara seperti HGU dan HGB yang habis masa berlakunya, namun tidak secara otomatis kembali dikuasai negara didalam status hukumnya. Apalagi terhadap tanah garapan yang dikelola oleh kelompok tani pun tidak semudah yang kita bayangkan.

Persoalan pertanahan pun terus menjadi sorotan masyarakat, baik gugatan antara pemilik sertifikat dengan pemegang girik / Leter-C desa, atau antar sertifikat pun tak jarang pula terjadi, dimana hal itu disebabkan kesalahan posisi tanah dari keterangan desa dan saksi-saksi dari penunjuk batas atau posisi tanah yang keliru. Bahkan pada program PTSL dari pemerintah pun saat ini banyak dikeluhkan oleh masyarakat dan menjadi permainan aparatur desa, dimana legal standing penetapannya tidak memenuhi syarat mutlak atas penertiban dari status pengakuan hak dari banyaknya permohonan yang diajukan. Tentu ini akan menjadi persoalan baru dikemudian hari nantinya.

Penunjukan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT yang ditunjuk oleh kepala kantor pertanahan, tidak secara mutlak memahami asal usul pertanahan sehingga proses pengurusannya cenderung menjadi tidak efisien dan memakan biaya yang tinggi. Bahkan biaya yang dikeluarkan masyarakat atas proses terbitnya sertifikat itu cenderung memberatkan masyarakat dengan masa waktu penyelesaian selama setahun sejak diserahkanterimakan kepada pihak mereka. Sesungguhnya kementrian ATR dan BPN, tidak benar-benar bekerja sebagaimana mestinya untuk menertibkan hal ini. Sehingga reforma Agraria dirasakan tidak bergerak dari target yang semestinya dicapai.

Semoga tulisan ini bermanfaat.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...