Selasa, 30 Mei 2023

JOKOWI TERHIMPIT DIANTARA MEGAWATI VERSUS PRABOWO


JOKOWI TERHIMPIT DIANTARA MEGAWATI VERSUS PRABOWO

Penulis : Andi Salim
26/05/2023

Pada akhirnya hanya ada tiga parpol yang nyatanya begitu kuat menjadi magnet dalam menarik perhatian masyarakat sekaligus menjadi saluran aspirasi teratas dari pemilu ke pemilu. Oleh karenanya, jika anda ingin melihat bagaimana seorang militer yang telah pensiun dan benar-benar kembali menjadi sipil, kita bisa melihatnya dari sosok Prabowo Subianto yang harus diakui bahwa beliau begitu diterima ditengah masyarakat meskipun setiap kehadirannya tak sedikit pihak yang mengungkit dosa-dosa masa lalunya yang terkait dengan isu pelanggaran HAM meskipun hingga hari ini pembuktian hukum atas kasusnya tersebut tidak pernah sampai ke meja hijau layaknya seorang tersangka apalagi menjadi pesakitan sebagai terdakwa. Maka menjadi wajar pula jika sebagian orang tidak lagi tertarik pada isu ini.

Disamping itu, toh pada kenyataannya elektabilitas beliau serta pemberitaan hasil survey terhadap penerimaan dirinya selaku capres 2024 nanti, tetap saja masih tinggi. Hal itu mengkonfirmasi bahwa sosoknya selaku mantan militer yang benar-benar merakyat dapat diterima secara baik ditengah masyarakat Indonesia. Apalagi jika melihat rekam jejaknya dalam menggalang kekuatan partai politik dari partai Gerindra yang didirikannya, strong leadership yang dimilikinya bukanlah kawe-kawe, ibarat lawan tanding, partai Gerindra yang pernah berkali-kali berada pada barisan oposisi pada kenyataannya tidak pula dengan mudah mati dalam kekeringan yang selanjutnya menjadi partai kenangan semata. Partai Gerindra memang terlihat kompak dan mampu merapatkan barisannya dengan baik.

Gerindra tanpa Prabowo Subianto tentu akan diragukan soliditasnya. Mengingat pencapaian partai ini yang selalu hadir dalam tiga besar dari setiap pemilu yang mereka ikuti, semata-mata mengandalkan mantan militer yang menjadi sipil itu yang sedemikian begitu keras dalam menjaga barisan anggotanya sekaligus menimbulkan efek kepemimpinannya hingga terasa di tingkat daerah bahkan pada level anggota biasa sekalipun. Pendek kata, Partai Gerakan Indonesia Raya / Gerindra merupakan sebuah partai yang berdiri sejak tahun 2008 dengan begitu efektif sebagai kendaraan politik mantan jenderal Prabowo Subianto, hingga partai ini menjadi terbesar kedua berdasarkan hasil perolehan suara Pemilihan Umum Legislatif 2019, dan partai terbesar ketiga di DPR dengan 78 kursi. Bahkan partai ini nyaris menduduki tampuk kekuasaannya.

Lain Prabowo, maka lain pula Megawati Soekarno Putri. Sosok sipil tulen ini menjadi perempuan satu-satunya di Indonesia yang gaungnya bahkan disetarakan dengan mantan Perdana Menteri Inggris, Margaret Hilda Thatcher yang terkenal dengan julukan "Si Wanita Besi" atau "Iron Lady". Sosoknya yang keras membuat barisan PDIP seakan-akan menjadi telinganya di segenap penjuru daerah, bahkan tak sedikit dari para kader yang khawatir akan keputusannya yang tajam pada setiap penyelesaian persoalan, baik ditingkat internal partai, maupun pada persoalan yang terkait eksternal partainya. Termasuk sengitnya beliau ketika melakukan negosiasi terhadap para pihak yang selalu mengedepankan pragmatisme dalam penyelesaian berbagai persoalan. Maka tak heran jika PDIP hingga kini dikenal dengan sebutan partai ideologis.

Oleh karenanya setiap kader PDIP sering dijejali pada pentingnya makna Pancasila sebagai Falsafah Hidup Bangsa. Dimana nilai-nilainya dapat dijadikan dasar dan motivasi dalam segala sikap, tingkah laku, dan perbuatan serta cara hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi mencapai tujuan nasional. Walau sejarah berdirinya partai ini merupakan fusi atau penggabungan dari beberapa partai yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (Partai IPKI) dan juga dua partai keagamaan Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Namun faktanya, kendali Megawati mampu mempertahankan keutuhan partai ini hingga memuncaki perolehan suara pemilu bahkan mendudukkan kadernya selaku Presiden pada pilpres 2014 dan 2019 kemarin.

Selain itu, Megawati sendiri pernah pula menjabat selaku Presiden RI ke 5 menggantikan Gusdur atau Abdurahman Wahid yang kala itu turun dari kekuasaannya. Penerapan disiplin dalam menjaga kepatuhan atas perintah partai adalah pola pengendalian yang sulit ditiru oleh partai lain. Sehingga banyak pengamat memprediksi jika tanpa Megawati PDIP bagaikan lauk pauk yang kurang garam dan akan terasa hambar dari dinamika politik nasional. Sosoknya yang demikian, tidak saja menjadi magnet bagi masyarakat Indonesia, namun pola keputusannya yang sering mengambil masa-masa akhir atau dikenal dengan "Last Minute" menjadi momentum yang ditunggu-tunggu bahkan oleh kalangan tokoh-tokoh partai politik baik kawan mau pun lawan politiknya.

Walau kedua tokoh ini memiliki hubungan persahabatan yang kental, akan tetapi kedua tokoh ini sering berseberangan dalam pilihan politik khususnya ditingkat pilpres, walau mereka pernah bersatu menjadi satu paket dalam pilpres 2009 silam, akan tetapi pada pemilu selanjutnya kedua partai ini bahkan terlibat persaingan yang ketat dalam mempengaruhi partai-partai lain guna mengikuti barisan koalisi yang mereka bentuk masing-masing. Al hasil, PDIP pun diketahui publik telah memenangkan dua kali pertarungan itu melalui pengusungan Jokowi selaku capres yang pada akhirnya duduk sebagai Presiden terpilih pada pilpres 2014 dan 2019 lalu. Sedangkan partai-partai lain justru terkalahkan oleh rivalitas kedua partai ini, hingga popularitas calonnya sulit mendapat perhatian masyarakat. Termasuk partai besar seperti Golkar sekalipun.

Berpijak pada fakta yang demikian, maka Jokowi berusaha menjembatani persoalan itu agar kedua partai ini setidaknya mendapatkan titik kepentingan yang sama serta meletakkan kepentingan partai tersebut diatas kepentingan nasional. Artinya, demi bangsa dan negara, diharapkan para pihak untuk saling mengalah dan bersedia mengemban amanat rakyat bukan berdasarkan keinginan pada kekuasaan melainkan pada kesempatan pengabdiannya. Melalui peran good governance yang diperankan pemerintahannya guna menarik banyak pihak serta keikutsertaan masyarakat tentu menjadi landasan ideal bagi kedua partai ini untuk menyatukan pandangannya. Sebab di isyaratkan Jokowi bahwa indonesia hanya membutuhkan 13 tahun ke depan guna mengambil kesempatan sebagai negara papan atas dunia.

Jika kesempatan itu tidak dimanfaatkan secara baik, atau justru rivalitas kepentingan partai ini tidak segera dihentikan, maka bukan mustahil kesempatan bagi kemajuan bangsa dan negara ini akan hilang. Hingga Indonesia hanya sebatas negara berkembang secara terus-menerus dari predikat middle income country yang naik sedikit menjadi upper middle income country sebagai mana penilaian World bank terhadap ekonomi Indonesia. Inilah kesadaran yang dibangun oleh jokowi melalui peran politiknya saat ini, selain pondasi untuk merespon kemajuan ekonomi kedepan telah ditanamkan olehnya, dimana akselerasi Indonesia dikancah dunia pun begitu terasa hingga mendapatkan pengakuan internasional. Bahkan dalam beberapa kesempatan, beliau sering berpesan jika Indonesia sudah selayaknya didengar bahkan memiliki kesejajaran dengan negara-negara maju lainnya.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...