Selasa, 30 Mei 2023

MENILAI HAK-HAK RAKYAT DAN LUASNYA KEWENANGAN NEGARA


MENILAI HAK-HAK RAKYAT DAN LUASNYA KEWENANGAN NEGARA

Penulis : Andi Salim
29/05/2023

Ada yang mengambil istilah atas wacana munculnya dua pasang capres sebagai penghalangan terhadap fair election competition atas demokrasi yang ideal tidak akan terjadi. Bahkan tak sedikit pihak yang langsung menuding bahwa gagasan tersebut berasal dari design pihak oligarki yang menunggangi pemerintah. Sehingga pihak istana dianggap sebagai dalang dari kelangsungan cengkraman atas strategi penguasaan bangsa ini yang pada akhirnya disinyalir ikut menyuburkan kekuatan oligarki tersebut guna terus menerus menguras habis sumber daya yang dimiliki negara ini. Bahkan tak sedikit pula yang mengkaitkan bahwa pemerintah justru berupaya mengembalikan kekuatan ORDE BARU dibalik langkah politik yang saat ini diterapkannya. Sungguh ini merupakan sebuah isu yang harus diluruskan.

Pendapat tersebut tentu saja sesat dan menyesatkan. Sebab sedikitnya terdapat tiga kesimpulan yang bisa diambil oleh berbagai pihak atas lemahnya anggapan diatas. Pertama, bagaimana mungkin keinginan rakyat atas dua pasang capres justru dianggap sebagai gagasan dari pihak oligarki. Dimana masyarakatlah yang merasakan bahwa, selain rakyat terganggu atas pemilihan yang diprediksi akan berulang pada putaran dua, hingga mau tidak mau KPU-RI akan memperpanjang proses pemilihan capres dan cawapres itu guna mendapatkan legitimasi hasil demokrasi yang diselenggarakan, dimana dana yang dikeluarkan melalui anggaran penyelenggaraannya yang berasal dari pajak rakyat itu pun tidak sedikit pula jumlahnya. Selain itu, banyak pula gugatan atas dugaan kecurangan yang berdampak pada persengketaan politik pada akhirnya.

Bagaimana pun pemilihan yang demokrasi akan berdampak pada kualitas pemimpin serta para pejabat negara yang menguasai kekuasaan tinggi negeri ini. Baik di tingkat legislatif, eksekutif dan yudikatif dari bidang-bidang yang menjadi tonggak keberhasilan suatu negara. Dari cara ini, tentu kita berharap jika penyelenggaraannya memiliki kondusifitas yang baik. Walau pada perhelatannya didorong oleh semangat terhadap aksi saling mendukung yang tentu berdampak terhadap memanasnya suhu politik tanah air. Namun demi menjaga keseimbangan itu partai politik harus mengedepankan agar merekomendasikan daftar calon yang ditawarkan ke publik hanya kepada kadernya yang nyata-nyata aktif, produktif serta memiliki sportifitas yang tinggi guna mengikuti kontestasi pemilu dari waktu ke waktu.

Koreksi dan evaluasi semacam ini sangat perlu dilakukan. Sebab jika partai-partai hanya memunculkan sosok artis dan tokoh-tokoh masyarakat yang sejak lama menjadi incaran oleh partai politik manapun, serta tidak bersandar pada hal yang bersifat esensial tersebut, sudah barang tentu kualitas pemimpin yang akan diperoleh hanya terhenti pada sandaran popularitas dari pejabat itu, tanpa di imbangi pada kemampuan atas leadership mereka yang baik, apalagi profesionalitas mereka yang semakin dipertanyakan dalam mengentaskan persoalan bangsa ini. Langkah-langkah pragmatisme dari pola pemenangan partai terhadap kualitas eksekutif dan legislatif, pada akhirnya berbuntut pada kualitas yudikatif pula. Sebab bagaimanapun, pejabat-pejabat lembaga ini didapat dari penetapan yang diperoleh atas dua lembaga tersebut yang selanjutnya menetapkan mereka secara aklamasi.

Artinya, dipilihnya ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung memang dilakukan melalui proses pemilihan dari dan oleh hakim agung, namun pada gilirannya calon terpilih tersebut ditetapkan oleh Presiden selaku penguasaan mandat atas pelaksanaan sebuah UU. Termasuk Kepolisian dan kejaksaan serta lembaga-lembaga yang menangani persoalan hukum dan konstitusi di negeri ini. Hal inilah yang menjadi preseden bagi kualitas pejabat negara yang dari hulu ke hilir semestinya menjadi kewaspadaan masyarakat semua. Bukan mustahil jika pada akhirnya akan terjadi benturan kepentingan antara pihak legislatif selaku perwakilan dari orang-orang partai politik dengan pihak pemerintah selaku pihak yang mewakili eksekutif yang membutuhkan kondusifitas serta keamanan yang dibutuhkan mereka, hingga berujung pada pergeseran kualitas yudikatif yang semakin membebani masyarakat dari persoalan persengketaan hukum yang tak kunjung terselesaikan.

Maraknya kekerasan politik, intimidasi ekonomi, premanisme terhadap zona wilayah, radikalisme golongan, bahkan arogansi-arogansi kepala daerah, kepolisian, aparatur pajak, bahkan persengketaan tanah dan lain sebagainya yang saat ini berkembang pun bukan persoalan sederhana yang mudah diungkapkan. Penerapan Hak Azasi Manusia pun sering didapati menjadi sempit dan terkesan bertumpang-tindih pada kepentingan individu atau kelompok terhadap zona publik yang lebih luas. Apalagi segalanya itu semakin menciptakan polemik tersendiri dari persoalan mana sesungguhnya hal itu berpijak. Sebab pada satu sisi mereka berbicara kebebasan HAM, namun pada sisi yang berbeda pihak lain pun menyuarakan pentingnya kedaulatan rakyat bahkan tak jarang pula yang mengatasnamakan legitimasi hukum dan perundang-undangan negara yang semestinya berlaku secara tegas.

Premanisme, intimidasi atau pemikiran radikal sering menciptakan benturan antara kepentingan partai politik dengan kepentingan ekonomi yang dekat dengan perut rakyat. Maka tak jarang pada persoalan tertentu, kepentingan pemerintah yang berkuasa menjadi semakin terganggu pula. Kita membutuhkan lompatan pemikiran jauh untuk melihat berbagai persoalan yang melilit bangsa ini serta bagaimana mendapati masalah-masalah tersebut agar lebih komprehensif terhadap kepentingan bangsa dan negara ini dari kompleksitasnya yang lebih luas. Bagaimana pun kita membutuhkan sebuah distorsi pemikiran, Walau pengertian pada kata distorsi ini sering diartikan sebagai pemutarbalikan suatu fakta, aturan, dan sebagainya, serta tak jarang pula dianggap sebagai penyimpangan atas makna yang berkonotasi negatif oleh karena makna distorsi yang acap kali digunakan untuk memperoleh keuntungan tersendiri bagi kelompok-kelompok tertentu.

Namum keinginginan atas perubahan dari fakta apa yang sudah terjadi. Tentu menjadi buah pemikiran kita semua, bahwa upaya semacam ini bisa saja mendatangkan koreksi keuntungan sekaligus evaluasi memperoleh kemungkinan keadaan yang lebih baik. Bagaimana pun, sesungguhnya pemikiran adalah proses menggunakan akal untuk mempertimbangkan sesuatu. Seperti mempertimbangkan ide atau menilai sesuatu secara benar. Sebab hanya dari cara melakukan evaluasi segala sesuatu akan terukur untuk dinilai, sekaligus merupakan cara terbaik dalam menguji efektivitas dan sportifitas suatu keadaan. Politik yang demokratis memang sebagai cara penerapan negara yang ideal dalam menganut sistem atau bentuk pemerintahan dimana semua warga negaranya memiliki hak setara diatas konstitusi dan hukum. Namun jangan karena hal ini, masing-masing pihak justru menyumbangkan sesuatu yang dianggap mendegradasi dan berdampak pada sikap apatis rakyat sebagai perasaan tidak peduli dengan orang-orang atau keadaan yang ada di sekitarnya.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...